Qurban

1. Pengertian Qurban
Qurban berasal dari bahasa Arab :
قَرُبَ
- يَقْرُبُ - قُرْبًا وَ قُرْبَانًا وَ قِرْبَانًا.
المنجد
Artinya
: "Mendekat/pendekatan".
Adapun
pengertian Qurban menurut agama yaitu, "Usaha pendekatan diri dari seorang hamba
kepada Penciptanya dengan jalan menyembelih binatang ternak dan dilaksanakan
dengan tuntunan, dalam rangka mencari ridla-Nya".
Firman
Allah SWT :
لَنْ
يَّنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَل?كِنْ
يَّنَالُهُ التَّقْو?ى
مِنْكُمْ، كَذ?لِكَ
سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَل?ى
مَا هَد?ىكُمْ،
وَ بَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ.
الحج: 3?
Daging-daging
unta itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridlaan) Allah dan tidak (pula)
darahnya, tetapi taqwa dari pada kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah
Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah atas
hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah khabar gembira kepada orang-orang yang
berbuat baik.
[QS. Al-Hajj : 37]
2.
Hukum dan keutamaan Qurban
Menyembelih
qurban pada hari raya 'Iedul Adlha dan hari Tasyriq (tanggal 10, 11, 12 dan 13
Dzulhijjah) ini, hukumnya adalah Sunnah
Muakkadah.
Adapun
tentang keutamaan qurban, banyak diterangkan di dalam hadits-hadits dla’if,
diantaranya sebagai berikut :
عَنْ
عَائِشَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: مَا عَمِلَ ابْنُ ا?دَمَ
يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا اَحَبَّ اِلَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ،
وَ اِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ اْلقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وَ اَظْلَافِهَا وَ
اَشْعَارِهَا، وَ اِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ بِمَكَانٍ
قَبْلَ اَنْ يَقَعَ عَلَى اْلاَرْضِ، فَطِيْبُوْا بِهَا نَفْسًا.
ابن ماجه 2:
1045،
رقم: 3126،
ضعيف، فى اسناده ابو المثنى و اسمه سليمان بن يزيد
Dari
‘Aisyah bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Tidak ada amal anak Adam pada hari Nahr
('Iedul Adlha) yang paling disukai Allah ‘Azza wa Jalla selain daripada
menyembelih qurban, qurban itu akan datang kepada orang-orang yang melakukannya
pada hari qiyamat seperti semula, yaitu lengkap dengan anggotanya, tanduk, kuku
dan bulunya. Darah qurban itu lebih dahulu jatuh ke suatu tempat yang disediakan
Allah ‘Azza wa Jalla sebelum jatuh ke atas tanah. Oleh sebab itu, berqurbanlah
kalian dengan senang hati.
[HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1045, no. 3126, dlaif, karena dalam sanadnya ada
perawi bernama Abul Mutsanna, yang nama aslinya Sulaiman bin
Yazid]
عَنْ
زَيْدِ بْنِ اَرْقَمَ قَالَ: قَالَ اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص: يَا رَسُوْلَ
اللهِ، مَا ه?ذِهِ
اْلاَضَاحِيُّ؟ قَالَ: سُنَّةُ اَبِيْكُمْ اِبْرَاهِيْمَ. قَالُوْا: فَمَا لَنَا
فِيْهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ. قَالُوْا:
فَالصُّوْفُ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوْفِ
حَسَنَةٌ.
ابن ماجه 2:
1045،
رقم: 312?،
ضعيف فى اسناده ابو داود و اسمه نفيع بن الحارث و عائذ الله
Dari
Zaid bin Arqam, ia berkata : Para shahabat Rasulullah SAW bertanya, "Ya
Rasulullah, apakah udlhiyah itu ?". Jawab Nabi SAW, "Itulah sunnah ayahmu,
Ibrahim". Mereka bertanya, "Apa yang kita peroleh dari udlhiyah itu, ya
Rasulullah ?". Jawab beliau, "Pada tiap-tiap helai bulunya kita peroleh satu
kebaikan. Lalu para shahabat bertanya, “Bagaimana dengan bulu domba, ya
Rasulullah ?". Beliau SAW bersabda, “Pada tiap-tiap helai bulu domba kita
peroleh satu kebaikan”.
[HR. Ibnu Majah 2 : 1045, no. 3127, dlaif karena dalam sanadnya ada perawi
bernama Abu Dawud yang nama aslinya Nufai’ bin Al-Harits, ia matruk, tertuduh
memalsu hadits, dan ‘Aaidzullah, ia dla’if].
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ
يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلَّاناَ.
احمد 3:
20?،
رقم: 8280
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mempunyai
kemampuan untuk berqurban tetapi tidak mau melaksanakannya, maka janganlah ia
dekat-dekat ke tempat shalat kami”.
[HR. Ahmad juz 3, hal. 207, no. 8280, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi
bernama ‘Abdullah bin ‘Ayyaasy].
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَ لَمْ
يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا.
ابن ماجه 2:
1044،
رقم: 3123
Dari
Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mempunyai
kelapangan rezqi, tetapi tidak berqurban, maka janganlah mendekati tempat shalat
kami”.
[HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1044, no. 3123, dla’if karena dalam sanadnya ada
perawi bernama ‘Abdullah bin ‘Ayyaasy]
Keterangan
:
Hadits
riwayat Ahmad dan Ibnu Majah di atas dla’if, karena di dalam sanadnya ada perawi
bernama ‘Abdullah bin ‘Ayyaasy. Abu Dawud dan Nasaaiy berkata, “Ia dla’if”. Ibnu
Yunus berkata, “Ia munkarul hadits”. [Lihat Tahdzibut Tahdzib juz 5, hal.
307]
3.
Tata cara Qurban
1.
Waktu penyembelihan :
عَنْ
اَنَسٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص يَوْمَ النَّحْرِ مَنْ كَانَ ذَبَحَ قَبْلَ
الصَّلَاةِ فَلْيُعِدْ.
متفق عليه. وللبخارى.
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَاِنَّمَا يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ. وَ مَنْ ذَبَحَ
بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَ اَصَابَ سُنَّةَ
الْمُسْلِمِيْنَ.
البخارى عن البراء، فى نيل الاوطار 5:
140
Dari
Anas, ia berkata, Nabi SAW bersabda pada hari Nahr ('iedul Adlha), "Barangsiapa
yang menyembelih sebelum shalat 'ied, maka hendaklah ia mengulangi". [Muttafaq
'alaih]. Dan bagi Bukhari : "Barangsiapa menyembelih sebelum shalat, maka
sesungguhnya ia hanya menyembelih untuk dirinya sendiri (yakni tidak dinilai
sebagai ibadah qurban), dan barangsiapa menyembelih sesudah shalat maka
sempurnalah ibadah sembelihannya dan bersesuaianlah pelaksanaannya dengan sunnah
kaum muslimin".
[HR. Bukhari dari Al-Baraa', dalam Nailul Authar juz 5, hal.
140]
Berdasar
riwayat dari Sulaiman Ibnu Musa dari Jubair Ibnu Muth'im bahwa Nabi SAW bersabda
:
كُلُّ
اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ.
احمد 5:
618،
رقم: 16?51
Setiap
hari Tasyriq itu adalah hari menyembelih.
[HR.Ahmad juz 5, hal. 618, no. 16751]
Dan
riwayat lain dari Ali RA yang semakna dengan yang tersebut diatas sebagai
berikut :
اَيَّامُ
النَّحْرِ يَوْمُ اْلاَضْحَى وَ ثَلَاثَةُ اَيَّامٍ بَعْدَهُ.
فى نيل الاوطار 5:
142
Hari
menyembelih itu ialah Hari Raya 'Iedul Adlha dan tiga hari
sesudahnya.
[Dalam Nailul Authar juz 5, hal. 142]
Dari
hadits-hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa waktu yang sah untuk
ibadah qurban adalah : "Sesudah shalat 'Ied hingga akhir hari Tasyriq (tanggal
10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah)".
Adapun
waktu pelaksanaan shalat 'Iedul Adlha, sebagaimana sabda Nabi SAW
:
قَالَ
جُنْدَبٌ، كَانَ النَّبِيُّ ص يُصَلِّى بِنَا يَوْمَ اْلفِطْرِ وَ الشَّمْسُ عَلَى
قَيْدِ رُمْحَيْنِ وَ اْلاَضْحَى عَلَى قَيْدِ رُمْحٍ.
احمد بن حسن
Telah
berkata Jundab, "Adalah Nabi SAW shalat 'Iedul Fithri bersama kami, sedang
matahari tingginya kadar dua batang tombak, dan (beliau shalat) 'Iedul Adlha
(diwaktu matahari) tingginya kadar satu batang tombak".
[HR. Ahmad bin Hasan, dalam Nailul Authar]
Inilah
waktu-waktu yang dituntunkan untuk melaksanakan ibadah qurban, tetapi bila
menyembelihnya sebelum shalat 'Iedul Adlha selesai, maka yang demikian ini tidak
dinilai sebagai ibadah qurban.
2.
Adab dan bacaan ketika menyembelih
عَنْ
اَنَسٍ قَالَ: ضَحَّى رَسُوْلُ اللهِ ص بِكَبْشَيْنِ اَمْلَحَيْنِ اَقْرَنَيْنِ.
قَالَ: وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَ رَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى
صِفَاحِهِمَا، قَالَ: وَ سَمَّى وَ كَبَّرَ.
مسلم 3:
155?
Dari
Anas, ia berkata : Rasulullah SAW menyembelih qurban dengan dua ekor kibasy yang
bagus dan bertanduk". Ia (Anas) berkata, "Saya melihat beliau menyembelih
keduanya dengan tangan beliau sendiri. Dan saya melihat beliau meletakkan kaki
beliau diatas batang leher binatang itu”. Ia (Anas) berkata, "Beliau membaca
Basmalah dan bertakbir : Bismillaahi
walloohu Akbar. (Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar)".
[HR. Muslim juz 3, hal. 1557].
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: شَهِدْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص اْلاَضْحَى
بِالْمُصَلَّى. فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ، وَ اُتِيَ
بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ وَ قَالَ: بِسْمِ اللهِ وَ اللهُ
اَكْبَرُ، ه?ذَا
عَنِّى وَ عَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ اُمَّتِى.
ابو داود 3:
99،
رقم:2810
Dari
Jabir bin Abdullah, ia berkata : Aku shalat ‘Iedul Adlha bersama Rasulullah SAW
di mushalla. Setelah beliau selesai berkhutbah, lalu turun dari mimbar, maka
didatangkan seekor kibasy, lalu beliau menyembelihnya dengan tangan beliau, dan
beliau mengucapkan, “Bismillaahi
walloohu Akbar, haadzaa ‘annii wa ‘amman lam yudlohhi min ummatii (Dengan
nama Allah dan Allah Maha Besar. (Qurban) ini dariku dan dari ummatku yang tidak
berqurban)”.
[HR. Abu Dawud juz 3, hal. 99, no. 2810]
عَنْ
عَائِشَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص اَمَرَ بِكَبْشٍ اَقْرَنَ يَطَأُ فِى سَوَادٍ وَ
يَبْرُكُ فِى سَوَادٍ وَ يَنْظُرُ فِى سَوَادٍ. فَاُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ،
فَقَالَ لَهَا: يَا عَائِشَةُ، هَلُمِّى الْمُدْيَةَ. ثُمَّ قَالَ: اِشْحَذِيْهَا
بِحَجَرٍ. فَفَعَلَتْ. ثُمَّ اَخَذَهَا وَ اَخَذَ اْلكَبْشَ فَاَضْجَعَهُ ثُمَّ
ذَبَحَهُ. ثُمَّ قَالَ: بِاسْمِ اللهِ اَللّ?هُمَّ
تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَ مِنْ اُمَّةِ مُحَمَّدٍ. ثُمَّ
ضَحَّى بِهِ.
مسلم 3:
155?
Dari
‘Aisyah, bahwasanya Rasulullah SAW menyuruh mengambilkan kambing yang bertanduk,
hitam kakinya, hitam perutnya, hitam sekeliling matanya. Lalu kambing itu
didatangkan untuk disembelih. Maka beliau SAW bersabda, “Hai ‘Aisyah,
ambilkanlah pisau”. Beliau bersabda lagi, “Asahlah pisau itu dengan batu”.
Kemudian ‘Aisyah melaksanakannya. Kemudian beliau mengambil pisau dan kambing
tersebut, lalu membaringkannya untuk menyembelihnya. Beliau membaca, “Bismillaahi Alloohumma taqobbal min
Muhammadin wa aali Muhammadin wa min ummati Muhammadin (Dengan nama Allah,
ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad dan dari ummat Muhammad)”.
Kemudian beliau menyembelihnya.
[HR. Muslim juz 3, hal. 1557]
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: ضَحَّى رَسُوْلُ اللهِ ص يَوْمَ عِيْدٍ
بِكَبْشَيْنِ، فَقَالَ حِيْنَ وَجَّهَهُمَا: اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ
فَطَرَ السَّم?و?تِ
وَ اْلاَرْضَ حَنِيْفًا وَّ مَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. اِنَّ صَلَاتِيْ وَ
نُسُكِيْ وَ مَحْيَايَ وَ مَمَاتِيْ لِلّ?هِ
رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ، لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ بِذ?لِكَ
اُمِرْتُ وَ اَنَا اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ. اَللّ?هُمَّ
مِنْكَ وَ لَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَ اُمَّتِهِ.
ابن
ماجه 2:
1043،
رقم: 3121
Dari
Jabir bin 'Abdullah, ia berkata : Pada hari 'Iedul Adlha Rasulullah SAW
berqurban dengan dua ekor kambing, maka ketika melaksanakan itu beliau berdoa
Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fathoros
samaawaati wal ardlo haniifaw wa maa ana minal musyrikiin. Inna sholaatii wa
nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi robbil 'aalamiin. Laa syariika lahu wa
bidzaalika umirtu wa ana awwalul muslimiin. Alloohumma minka wa laka 'an
Muhammadin wa ummatihi (Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan
Yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan
aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu
bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah). Ya Allah, (semua ini) dari
Engkau dan untuk Engkau, dari Muhammad dan ummatnya).
[HR. Ibnu Majah, juz 2, hal. 1043, no. 3121, dla'if, karena dalam sanadnya ada
perawI bernama Abu 'Ayyaasy, ia majhul]
عَنْ
شَدَّادِ بْنِ اَوْسٍ قَالَ: ثِنْتَانِ حَفِظْتُهُمَا مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ص.
قَالَ: اِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلاِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ. فَاِذَا قَتَلْتُمْ
فَاَحْسِنُوا اْلقِتْلَةَ وَ اِذَا ذَبَحْتُمْ فَاَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَ لْيُحِدَّ
اَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ.
مسلم 3:
1548
Dari
Syaddad bin Aus, ia berkata : Dua hal yang aku hafal dari Rasulullah SAW, beliau
bersabda, “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu. Maka
apabila kalian membunuh, bunuhlah dengan baik. Dan apabila kalian menyembelih,
sembelihlah dengan baik, hendaklah seseorang diantara kalian menajamkan
pisaunya, dan mempermudah (kematian) binatang sembelihannya”.
[HR. Muslim juz 3, hal. 1548]
3.
Syarat-syarat binatang qurban
a). Binatang yang diperuntukkan qurban sepanjang
tuntunan Rasulullah SAW adalah : Unta, lembu, dan kambing. Dan kadar
masing-masing berdasar dhahir hadits/riwayat :
*
1 ekor kambing untuk seorang bersama ahli rumahnya.
* 1 ekor lembu untuk 7
orang beserta ahli rumahnya.
* 1 ekor unta untuk 7 -
10 orang dan ahli rumahnya.
عَنْ
عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: سَأَلْتُ اَبَا اَيُّوْبَ اْلاَنْصَارِيَّ: كَيْفَ
كَانَتِ الضَّحَايَا فِيْكُمْ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص؟ قَالَ: كَانَ
الرَّجُلُ فِى عَهْدِ النَّبِيِّ ص يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَ عَنْ اَهْلِ
بَيْتِهِ. فَيَأْكُلُوْنَ وَ يُطْعِمُوْنَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَ كَمَا
تَرَى.
ابن
ماجه و الترمذى و صححه، فى نيل الاوطار 5:
136
Dari
'Atha' bin Yasar dia berkata : Saya bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshariy,
"Bagaimanakah udlhiyah yang dilakukan di masa Rasulullah SAW ?". Jawabnya,
"Seorang laki-laki di zaman Rasulullah SAW menyembelih seekor kambing untuknya
dan untuk ahli baitnya (rumah tangganya), lalu mereka makan dagingnya itu dan
memberi makan kepada orang lain, sehingga manusia bermegah-megah dengan qurban
itu sehingga menjadi seperti yang engkau saksikan sekarang ini".
[HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, dan ia menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 5,
hal. 136].
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص عَامَ
اْلحُدَيْبِيَّةِ اْلبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَ اْلبَقَرَةَ عَنْ
سَبْعَةٍ.
مسلم 2:
955
Dari
Jabir bin ’Abdullah, ia berkata, “Kami menyembelih qurban bersama Rasulullah SAW
pada tahun Hudaibiyah, seekor unta untuk 7 orang dan seekor lembu untuk 7
orang".
[HR Muslim juz 2, hal. 955].
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ص فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ اْلاَضْحَى
فَذَبَحْنَا اْلبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَ اْلبَعِيْرَ عَنْ عَشْرَةٍ.
الخمسة
الا ابا داود
Dari
Ibnu Abbas, ia berkata, "Dulu kami pergi bersama Rasulullah SAW, lalu tiba Hari
Raya 'Iedul Adlha, maka kami menyembelih qurban seekor lembu untuk tujuh orang
dan seekor unta (ba'ir) untuk sepuluh orang".
[HR. Khamsah, kecuali Abu Dawud].
عَنْ
اَبِى رَافِعٍ رض قَالَ: ضَحَّى رَسُوْلُ اللهِ ص بِكَبْشَيْنِ اَمْلَحَيْنِ
مَوْجُوْءَيْنِ خَصِيَّيْنِ.
احمد فى نيل الاوطار 5:
135
Dari
Abu Rafi’ RA, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah berqurban dua ekor kambing
kibasy yang bagus yang dikebiri”.
[HR. Ahmad, dalam Nailul Authar juz 5, hal. 135]
عَنْ
عَائِشَةَ رض قَالَتْ: ضَحَّى رَسُوْلُ اللهِ ص بِكَبْشَيْنِ سَمِيْنَيْنِ
عَظِيْمَيْنِ اَقْرَنَيْنِ مَوْجُوْءَيْنِ.
احمد،
فى نيل الاوطار 5:
135
Dari
‘Aisyah RA, ia berkata : Rasulullah SAW menyembelih qurban dengan dua kambing
kibasy yang gemuk, besar, bertanduk yang dikebiri.
[HR. Ahmad, dalam Nailul Authar juz 5, hal. 135]
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَلَّتِ اْلاِبِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص
فَاَمَرَهُمْ اَنْ يَنْحَرُوا اْلبَقَرَ.
ابن ماجه 2:
104?،
رقم: 3134
Dari
Ibnu 'Abbas, ia berkata : Pernah terjadi pada jaman Rasulullah SAW (jumlah) unta
sedikit, maka beliau menyuruh para shahabat berqurban dengan
lembu.
[HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1047, no. 3134]
Catatan
:
Masing-masing
orang yang turut andil dalam qurban dengan unta/lembu tidak harus sama biaya
yang dikeluarkannya, yang penting seekor lembu untuk tujuh orang dan seekor unta
digunakan untuk 7-10 orang. Adapun tentang qurban urunan kambing yang biasa
dilakukan disekolah-sekolah/kantor, sampai kini kami masih berpendapat : Bahwa
hal itu tidak dapat dianggap sebagai ibadah qurban, melainkan tetap sebagai
latihan qurban, yang pahalanya adalah sedekah biasa.
b).
Tidak sah berqurban dengan binatang yang :
1.
Rusak matanya (buta, juling/kero) sebelah atau
kedua-duanya.
2. Terlalu kurus, tak bergajih/terlalu tua
tak bersumsum lagi atau patah tanduk/putus telinganya.
3. Sakit.
4. Pincang.
Sebagaimana
hadits di bawah ini :
عَنِ
اْلبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رض قَالَ: قَامَ فِيْنَا رَسُوْلُ اللهِ ص فَقَالَ:
اَرْبَعٌ لَا تَجُوْزُ فِى الضَّحَايَا. اَلْعَوْرَاءُ اْلبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَ
الْمَرِيْضَةُ اْلبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَ اْلعَرْجَاءُ اْلبَيِّنُ ظَلَعُهَا وَ
اْلكَبِيْرَةُ الَّتِى لَا تُنْقِى.
احمد والاربعة و صححه الترمذى و ابن حبان، فى بلوغ المرام رقم: 13?2
Dari
Baraa' bin 'Azib RA, ia berkata : Nabi SAW berdiri diantara kami dan bersabda,
"Empat macam yang tidak boleh pada binatang qurban, yaitu: 1. Buta sebelah yang
nyata butanya. 2. Yang sakit nyata sakitnya, 3. Yang pincang yang nyata
pincangnya, dan 4. Yang tua yang tidak mempunyai sumsum".
[HR. Ahmad dan Arba'ah, dan disahkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban, dalam
Bulughul Maram, no. 1376].
عَنْ
عَلِيٍّ رض قَالَ: اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ نَسْتَشْرِفَ اْلعَيْنَ وَ
اْلاُذُنَ وَ اَنْ لَا نُضَحِّيَ بِمُقَابَلَةٍ وَ لَا مُدَابَرَةٍ وَ لَا
شَرْقَاءَ وَ لَا خَرْقَاءَ.
الخمسة
و صححه الترمذى، فى نيل الاوطار 5:
133
Dari
‘Ali RA, ia berkata : Rasulullah SAW menyuruh kepada kami supaya memeriksa mata
dan telinga, dan supaya kami tidak berqurban dengan binatang yang telinganya
sobek dari bagian muka, yang telinganya sobek dari bagian belakang, yang
telinganya sobek dari ujungnya, dan yang berlubang di tengahnya”.
[HR. Khomsah, dan dishahihkan oleh Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 5, hal.
133]
عَنْ
عَلِيٍّ رض قَالَ: نَهَى رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ يُضَحَّى بِاَعْضَبِ اْلقَرْنِ وَ
اْلاُذُنِ.
الخمسة وصححه الترمذى، فى نيل الاوطار 5:
131
Dari
Ali RA, ia berkata, "Rasulullah SAW melarang berqurban dengan binatang yang
tanduknya atau telinganya hilang separo atau lebih".
[HR. Khomsah, disahkan oleh Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 5, hal.
131].
c). Keadaan masing-masing binatang qurban itu telah
Musinnah (giginya telah berganti/powel). Dan hal ini terjadi pada :
Kambing
yang berumur 1 tahun masuk tahun ke 2, lembu yang berumur 2 tahun masuk tahun ke
3 dan unta yang berumur 5 tahun masuk tahun ke 6. Kecuali bila terpaksa sekali,
maka bolehlah berqurban dengan kambing yang jadza'ah (berumur cukup 1 tahun).
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir sebagai beriktut
:
عَنْ
جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص لَا تَذْبَحُوْا اِلَّا مُسِنَّةً اِلَّا
اَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ.
مسلم 3:
1555
Dari
Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kalian menyembelih untuk
qurban melainkan yang Musinnah (telah berganti gigi) kecuali jika sukar
didapati, maka boleh kalian menyembelih jadza'ah (yang berumur 1 tahun) dari
kambing”.
[HR. Muslim juz 3, hal. 1555].
4.
Pembagian daging Udlhiyah
Pembagian
daging udlhiyah itu ialah sebagian untuk yang berqurban, sebagian untuk
dihadiahkan, dan sebagian diberikan kepada faqir miskin. Ibnu Abbas ketika
menerangkan sifat Nabi SAW ketika berqurban sebagai berikut
:
وَ
يُطْعِمُ اَهْلَ بَيْتِهِ الثُّلُثَ وَ يُطْعِمُ فُقَرَاءَ جِيْرَانِهِ الثُّلُثَ
وَ يَتَصَدَّقُ عَلَى السُّؤَالِ بِالثُّلُثِ.
المغنى 3:
582
Dan
beliau (Rasulullah SAW) memberi makan ahlul baitnya sepertiga, memberi makan
orang-orang faqir tetangganya sepertiga, dan beliau mensedekahkan kepada para
peminta sepertiga.
[Al-Mughni 3 : 582].
5.
Daging Udlhiyah tidak boleh diberikan sebagai upah
Daging
udlhiyah itu tidak boleh diberikan sebagai upah kepada yang menyembelih. Di
dalam hadits disebutkan :
عَنْ
عَلِيِّ بْنِ اَبِى طَالِبٍ رض قَالَ: اَمَرَنِى رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ اَقُوْمَ
عَلَى بُدْنِهِ وَ اَنْ اُقَسِّمَ لُحُوْمَهَا وَ جُلُوْدَهَا وَ جِلَالهَاَ عَلَى
الْمَسَاكِيْنِ وَ لَا اُعْطِيَ فِىْ جَزَارَتِهَا شَيْئًا مِنْهَا.
البخارى
و مسلم، فى بلوغ المرام، رقم 13?9
Dari
'Ali bin Abi Thalib RA, ia berkata, "Saya diperintahkan oleh Rasulullah SAW
untuk mengurus qurban-qurban dan supaya saya bagikan daging, kulitnya dan
pelananya kepada faqir miskin, dan tidak (boleh) saya memberikan sesuatu sebagai
upah dari padanya untuk orang yang menyembelih".
[HR. Bukhari dan Muslim, dalam Bulughul Maram, no. 1379].
6.
Larangan menjual daging Udlhiyah
عَنْ
قَتَادَةَ بْنِ النُّعْمَانِ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لَا تَبِيْعُوْا لُحُوْمَ
اْلهَدْيِ وَ اْلاَضَاحِى فَكُلُوْا وَ تَصَدَّقُوْا وَ اسْتَمْتِعُوْا
بِجُلُوْدِهَا وَ لَا تَبِيْعُوْهَا، وَ اِنْ اُطْعِمْتُمْ مِنْ لَحْمِهَا
فَكُلُوْا اِنْ شِئْتُمْ.
احمد 5:
4?8،
رقم: 16211
Dari
Qatadah bin Nu’man, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Janganlah kalian menjual
daging-daging Hadyi (denda hajji) dan daging udlhiyah (qurban), makanlah dan
sedeqahkanlah dan manfaatkanlah kulitnya, dan janganlah kalian menjualnya. Dan
apabila kalian diberi dagingnya, maka makanlah jika kalian mau”.
[HR. Ahmad 5 : 478, no. 16211]
7. Orang yang akan berqurban dilarang
memotong rambut dan kukunya
عَنْ
اُمِّ سَلَمَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: اِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِى اْلحِجَّةِ
وَ اَرَادَ اَحَدُكُمْ اَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَ
اَظْفَارِهِ.
مسلم
3:
1565
Dari
Ummu Salamah, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Apabila kalian sudah melihat hilal
bulan Dzulhijjah, dan seseorang diantara kalian ingin berqurban, maka hendaklah
ia menahan rambut dan kukunya”.
[HR. Muslim juz 3, hal. 1565]
8.
Perbedaan pendapat tentang hari penyembelihan
Tentang
hari penyembelihan qurban, di kalangan ‘ulama terjadi perbedaan pendapat. Hal
ini karena tidak adanya nash yang jelas, baik di dalam Al-Qur’an maupun dari
hadits yang shahih.
Pendapat
para ‘ulama tersebut sebagai berikut :
1. Hari penyembelihan adalah 1 hari (tanggal
10 Dzulhijjah).
Diriwayatkan
dari
Ibnu Sirin, bahwasanya ia berkata, “Al-Adlhaa (hari penyembelihan) adalah satu
hari, yaitu hari Nahr, hari tanggal 10 bulan Dzulhijjah. [Al-Istidzkaar juz 15,
hal. 200, no. 21579]
2. Hari penyembelihan di kota-kota adalah 1
hari, sedangkan di Mina selama 3 hari.
Dari
Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid, bahwasanya keduanya berkata, “An-Nahr (hari
penyembelihan) di kota-kota adalah satu hari, sedangkan di Mina selama tiga
hari. [Al-Istidzkaar juz 15, hal. 201, no. 21580; Al-Mughni juz 3, hal.
454]
Catatan
:
Imam
Ibnu ‘Abdil Barr (penyusun Kitab Al-Istidzkaar, wafat tahun 463 H) dan Imam Ibnu
Qudamah (penyusun Kitab Al-Mughni, wafat tahun 630 H) menyebutkan riwayat dari
Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid sebagaimana tersebut di atas. Namun Imam
Asy-Syaukaniy (penyusun Kitab Nailul Authaar, wafat tahun 1250 H) menyebutkan
riwayat Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid sebagai berikut : Berkata Sa’id bin
Jubair dan Jabir bin Zaid : Sesungguhnya waktunya (penyembelihan) adalah hari
Nahr saja untuk penduduk kota-kota, dan hari-hari tasyriq untuk penduduk
desa-desa. (lihat Nailul Authaar juz 5, hal. 142).
3. Hari penyembelihan adalah selama bulan
Dzulhijjah.
Imam Al-Qadli ‘Iyaadl
menyebutkan dari sebagian ‘ulama bahwa waktunya penyembelihan adalah selama
dalam bulan Dzulhijjah. [Nailul Authaar juz 5, hal. 142]
4. Hari penyembelihan adalah 3 hari (tanggal
10, 11 dan 12 Dzulhijjah)
Imam
Malik, Abu Hanifah, Ats-Tsauriy (dan shahabat-shahabatnya) berpendapat, Al-Adlha
(hari penyembelihan) adalah tiga hari, yaitu hari Nahr dan dua hari sesudahnya.
Dan berpendapat seperti itu pula Imam Ahmad bin Hanbal.
Imam
Ahmad berkata, “Hari penyembelihan adalah tiga hari. Hari Nahr dan dua hari
sesudahnya (berdasarkan bukan hanya dari seorang saja dari shahabat Nabi SAW).
[Al-Istidzkaar juz 15, hal. 201, no. 21581-21583]
5. Hari penyembelihan adalah 4 hari (tgl 10,
11, 12 dan 13 Dzulhijjah)
Al-Auza’iy,
Imam Syafi’iy dan shahabat-shahabatnya berkata, “Hari penyembelihan adalah empat
hari, yaitu hari Nahr dan hari-hari tasyriq semuanya, yaitu tiga hari sesudah
hari Nahr.
Dan
itu juga merupakan pendapatnya Ibnu Syihab Az-Zuhriy, ‘Atha’ dan Al-Hasan.
[Al-istidzkaar juz 15, hal. 202, no. 21586-21587]
Demikianlah
pendapat para ‘ulama tentang hari penyembelihan qurban.
Walloohu
a’lam.
Keterangan
:
Pendapat
yang mengatakan bahwa hari penyembelihan itu selama 4 hari (hari Nahr dan
hari-hari tasyriq beralasan dengan hadits sebagai berikut
:
Berdasar
riwayat dari Sulaiman Ibnu Musa dari Jubair Ibnu Muth'im bahwa Nabi SAW bersabda
:
كُلُّ
اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ.
احمد 5:
618،
رقم: 16?51
Setiap
hari Tasyriq itu adalah hari menyembelih.
[HR.Ahmad juz 5, hal. 618, no. 16751]
Dan
riwayat lain dari Ali RA yang semakna dengan yang tersebut diatas sebagai
berikut :
اَيَّامُ
النَّحْرِ يَوْمُ اْلاَضْحَى وَ ثَلَاثَةُ اَيَّامٍ بَعْدَهُ.
فى نيل الاوطار 5:
142
Hari
menyembelih itu ialah Hari Raya 'Iedul Adlha dan tiga hari
sesudahnya.
[Dalam Nailul Authar juz 5, hal. 142]
Tetapi
hadits riwayat Ahmad tersebut munqathi’, karena Sulaiman bin Musa tidak bertemu
dengan Jubair bin Muth’im. Lagi pula Sulaiman bin Musa diperselisihkan tentang
tsiqatnya.
Tentang
Sulaiman bin Musa ini penjelasannya sebagai berikut :
Sulaiman
bin Musa Al-Qurasyiy Al-Umawiy Al-Asydaq, ahli fiqhnya penduduk Syam pada
zamannya, dan disepakati oleh para ‘ulama bahwasanya ia adalah seorang paling
pandai dari penduduk Syam setelah Makhuul, Ibnu Ma’in menganggapnya
tsabit, begitu pula Ibnu Hibban dan Adz-Dzahabiy, tetapi Bukhari berkata,
“Padanya ada hadits-hadits munkar”. An-Nasaa’iy berkata, “Ia adalah
seorang ahli fiqh, tetapi tidak kuat dalam hadits". Ibnu ‘Adiy meletakkan
permasalahannya, ia berkata, “Dia adalah seorang ahli fiqh, seorang perawi,
menceritakan dari nya orang-orang tsiqat, dan dia merupakan ‘ulama ahli Syam,
tetapi dia telah meriwayatkan hadits-hadits yang bersendirian dengan riwayat itu
yang tidak diriwayatkan oleh lainnya. Dan dia menurutku, tsabit shaduuq (bisa
dipercaya dan jujur)". [Tentang Sulaiman bin Musa, bisa dibaca pada
Tahdzibul Tahdzib juz 4, hal. 197, no. 387; Sairu a’laamin nubalaa’ juz 5, hal.
433, no. 193].
Abu
‘Umar (Ibnu ‘Abdil Barr] berkata : Hujjah (alasan) bagi orang yang berpendapat
dengan pendapat ini adalah hadits dari Jubair bin Muth’im, dari Nabi SAW
bahwasanya beliau bersabda, “Setiap tempat di Makkah adalah tempat
menyembelih, dan semua hari-hari tasyriq adalah (waktu) penyembelihan".
Hadits ini diriwayatkan dari Sulaiman bin Musa, dari Ibnu Abi Husein, dari Nafi’
bin Jubair (bin Muth’im dari ayahnya), dan diriwayatkan darinya secara
munqathi’ dan muttashil.
Hadits
itu juga menjadi muththarib (goncang) dikarenakan tentang Ibnu Abi Husein
dan Sulaiman bin Musa, meskipun beliau salah seorang Imam penduduk Syam tentang
‘ilmu, tetapi menurut mereka beliau buruk hafalannya.
Oleh
karena itu terkadang dikatakan darinya (Sulaiman bin Musa), dari ‘Abdur Rahman
bin Abi Husein, dari Nafi’ bin Jubair bin Muth’im, dan terkadang Nafi’ bin
Jubair tidak disebutkan. [Al-Istidzkaar juz 15, hal. 203, no.
21604-21607]
Ibnu
‘Abdil Barr juga berkata : Tidak
benar menurut saya tentang masalah ini melainkan dua
pendapat.
Pertama,
pedapatnya Imam Malik dan penduduk Kuufah, yaitu hari penyembelihan adalah pada
hari Nahr dan dua hari sesudahnya.
Kedua,
pendapatnya Imam Syafi’iy dan penduduk Syam, hari penyembelihan adalah pada hari
Nahr dan tiga hari sesudahnya.
Dan
inilah dua pendapat yang telah diriwayatkan dari beberapa orang dari (shahabat
Nabi SAW).
Dan
tidak ada perbedaan dari seorangpun dari para shahabat yang menyelisihi dari dua
pendapat ini, maka tidak ada artinya kita sibuk dengan pendapat-pendapat yang
menyelisihi dari kedua pendapat (shahabat) tersebut, karena apa yang menyelisihi
dari kedua pendapat itu tidak ada asalnya di dalam sunnah, dan bukan pula
pendapat shahabat, dan apa yang di luar dari kedua pendapat ini haruslah
ditinggalkan (karena adanya dua pendapat tersebut). [Al-Istidzkaar juz 15, hal.
205, no. 21609-21613] Walloohu
‘alam.
Catatan
:
Pendapat
para shahabat tersebut sebagai berikut :
Abu
Hurairah dan Anas bin Maalik, diriwayatkan pendapatnya, hari penyembelihan
adalah 3 hari.
Abu
Sa’id Al-Khudriy, diriwayatkan pendapatnya, hari penyembelihan adalah 4
hari.
Sedangkan
‘Aliy bin Abu Thalib, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar, ada diriwayatkan mereka itu
pendapatnya 3 hari, dan ada pula diriwayatkan pendapat mereka itu 4 hari. Walloohu a’lam.
~oO[
@ ]Oo~
Tentang
Takbir setelah shalat wajib di hari tasyriq
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُكَبِّرُ فِي صَلَاةِ
اْلفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ اِلىَ صَلَاةِ اْلعَصْرِ مِنْ آخِرِ اَيَّامِ
التَّشْرِيْقِ حِيْنَ يُسَلِّمُ مِنَ الْمَكْتُوْبَاتِ.
الدارقطنى 2:
49
Dari
Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW bertakbir pada shalat
Shubuh hari ‘Arafah (tanggal. 9 Dzulhijjah) sampai pada shalat ‘Ashar akhir hari
tasyriq setelah salam dari shalat-shalat wajib.
[HR. Daraquthni juz 2, hal. 49, no. 27, dla’if, karena dalam sanadnya ada perawi
bernama ‘Amr bin Syamir]
Keterangan
:
Tentang
perawi 'Amr bin Syamir tersebut, Al-Jauzajaaniy berkata, "Zaaighun
kadzdzaab (orang yang menyimpang dan pendusta)". Bukhari berkata,
"Munkarul hadiits (haditsnya diingkari)". Nasaiy dan Daruquthni
berkata, "Matruukul hadiits (haditsnya ditinggalkan)". Abu Zur'ah
berkata, "Dlo'iiful hadiits (haditsnya lemah)". Abu Hatim berkata,
"Munkarul hadiits jiddan, dlo'iiful hadiits (haditsnya sangat
diingkari, haditsnya lemah)". [Lihat Lisaanul Miizaan juz 4, hal. 422, no.
6283]
~oO[
@ ]Oo~
Perbedaan pendapat tentang hari penyembelihan
Perbedaan pendapat tentang hari penyembelihan
Tentang hari penyembelihan qurban, di kalangan
‘ulama terjadi perbedaan pendapat. Hal ini karena tidak
adanya nash yang jelas, baik di dalam Al-Qur’an maupun dari hadits yang
shahih.
Pendapat para ‘ulama tersebut sebagai berikut :
1. Hari
penyembelihan adalah 1 hari (tanggal 10 Dzulhijjah).
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin, bahwasanya ia berkata,
“Al-Adlhaa (hari penyembelihan) adalah satu hari, yaitu
hari Nahr, hari tanggal 10 bulan Dzulhijjah. [Al-Istidzkaar juz 15, hal. 200,
no. 21579]
2. Hari
penyembelihan di kota-kota adalah 1 hari, sedangkan di Mina selama 3
hari.
Dari Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid, bahwasanya keduanya
berkata, “An-Nahr (hari penyembelihan) di kota-kota adalah satu
hari, sedangkan di Mina selama tiga hari. [Al-Istidzkaar juz 15, hal. 201, no.
21580; Al-Mughni juz 3, hal. 454]
Catatan :
Imam Ibnu ‘Abdil Barr (penyusun Kitab Al-Istidzkaar, wafat tahun
463 H) dan Imam Ibnu Qudamah (penyusun Kitab Al-Mughni, wafat tahun 630 H)
menyebutkan riwayat dari Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid sebagaimana tersebut
di atas. Namun Imam Asy-Syaukaniy (penyusun Kitab Nailul Authaar, wafat tahun
1250 H) menyebutkan riwayat Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid sebagai berikut :
Berkata Sa’id bin Jubair dan Jabir bin Zaid : Sesungguhnya
waktunya (penyembelihan) adalah hari Nahr saja untuk penduduk kota-kota, dan
hari-hari tasyriq untuk penduduk desa-desa. (lihat Nailul Authaar juz 5, hal.
142).
3. Hari
penyembelihan adalah selama bulan Dzulhijjah.
Imam Al-Qadli
‘Iyaadl menyebutkan dari sebagian ‘ulama bahwa waktunya penyembelihan adalah selama dalam
bulan Dzulhijjah. [Nailul Authaar juz 5, hal. 142]
4. Hari
penyembelihan adalah 3 hari (tanggal 10, 11 dan 12
Dzulhijjah)
Imam Malik, Abu
Hanifah, Ats-Tsauriy (dan shahabat-shahabatnya) berpendapat, Al-Adlha (hari
penyembelihan) adalah tiga hari, yaitu Nahr dan dua hari sesudahnya. Dan
berpendapat seperti itu pula Imam Ahmad bin Hanbal.
Imam Ahmad berkata, “Hari penyembelihan adalah tiga hari. Hari Nahr dan dua
hari sesudahnya (berdasarkan bukan hanya dari seorang saja dari shahabat Nabi
SAW). [Al-Istidzkaar juz 15, hal. 201, no. 21581-21583]
5. Hari
penyembelihan adalah 4 hari (tgl 10, 11, 12 dan 13
Dzulhijjah)
Al-Auza’iy, Imam Syafi’iy dan shahabat-shahabatnya berkata, “Hari penyembelihan adalah empat hari, yaitu hari Nahr
dan hari-hari tasyriq semunya, yaitu tiga hari sesudah hari Nahr.
Dan itu juga merupakan pendapatnya Ibnu Syihab
Az-Zuhriy, ‘Atha’ dan Al-Hasan. [Al-istidzkaar juz 15, hal. 202, no.
21586-21587]
Demikianlah pendapat para ‘ulama tentang hari penyembelihan
qurban.
Walloohu a’lam.
Keterangan :
Pendapat yang mengatakan bahwa hari penyembelihan itu
selama 4 hari (hari Nahr dan hari-hari tasyriq beralasan dengan hadits sebagai
berikut :
Berdasar riwayat dari Sulaiman Ibnu Musa dari Jubair
Ibnu Muth'im bahwa Nabi SAW bersabda :
كُلُّ
اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ.
احمد 5:
618،
رقم: 16?51
Setiap hari Tasyriq itu adalah hari
menyembelih. [HR.Ahmad juz 5, hal.
618, no. 16751]
Dan riwayat lain dari Ali RA yang semakna dengan yang
tersebut diatas sebagai berikut :
اَيَّامُ
النَّحْرِ يَوْمُ اْلاَضْحَى وَ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ بَعْدَهُ.
فى نيل الاوطار 5:
142
Hari menyembelih itu ialah Hari Raya 'Iedul Adlha dan
tiga hari sesudahnya. [Dalam Nailul
Authar juz 5, hal. 142]
Tetapi hadits riwayat Ahmad tersebut
munqathi’, karena Sulaiman bin Musa tidak bertemu dengan Jubair
bin Muth’im. Lagi pula Sulaiman bin Musa diperselisihkan
tentang tsiqatnya.
Tentang Sulaiman bin Musa ini penjelasannya sebagai
berikut :
Sulaiman bin Musa Al-Qurasyiy Al-Umawiy Al-Asydaq,
ahli fiqhnya penduduk Syam pada zamannya, dan disepakati oleh para ‘ulama bahwasanya ia adalah seorang paling pandai dari
penduduk Syam setelah Makhuul, Ibnu Ma’in menganggapnya tsabit, begitu pula Ibnu Hibban dan
Adz-Dzahabiy, tetapi Bukhari berkata, “Padanya ada hadits-hadits munkar”. An-Nasaa’iy berkata, “Ia adalah seorang ahli fiqh, tetapi tidak kuat dalam
hadits. Ibnu ‘Adiy meletakkan permasalahannya, ia berkata,
“Dia adalah seorang ahli fiqh, seorang perawi,
menceritakan dari nya orang-orang tsiqat, dan dia merupakan ‘ulama ahli Syam, tetapi dia telah meriwayatkan
hadits-hadits yang bersendirian dengan riwayat itu yang tidak diriwayatkan oleh
lainnya. Dan dia menurutku, tsabit shaduuq (bisa dipercaya dan jujur). [Tentang
Sulaiman bin Musa, bisa dibaca pada Tahdzibul Tahdzib juz 4, hal. 197, no. 387;
Sairu a’laamin nubalaa’ juz 5, hal. 433, no. 193].
Abu ‘Umar (Ibnu ‘Abdil Barr] berkata : Hujjah (alasan) bagi orang yang
berpendapat dengan pendapat ini adalah hadits dari Jubair bin Muth’im, dari Nabi SAW bahwasanya beliau bersabda,
“Setiap tempat di Makkah adalah tempat menyembelih, dan
semua hari-hari tasyriq adalah (waktu) penyembelihan. Hadits ini diriwayatkan
dari Sulaiman bin Musa, dari Ibnu Abi Husein, dari Nafi’ bin Jubair (bin Muth’im dari ayahnya), dan diriwayatkan darinya secara
munqathi’ dan muttashil.
Hadits itu juga menjadi goncang (muththarib)
dikarenakan tentang Ibnu Abi Husein dan Sulaiman bin Musa, meskipun beliau salah
seorang Imam penduduk Syam tentang ‘ilmu, tetapi menurut mereka beliau buruk
hafalannya.
Oleh karena itu terkadang dikatakan darinya (Sulaiman
bin Musa), dari ‘Abdur Rahman bin Abi Husein, dari Nafi’ bin Jubair bin Muth’im, dan terkadang Nafi’ bin Jubair tidak disebutkan. [Al-Istidzkaar juz 15,
hal. 203, no. 21604-21607]
Ibnu ‘Abdil Barr juga berkata : Tidak benar menurut saya
tentang masalah ini melainkan dua pendapat.
Pertama,
pedapatnya Imam Malik dan penduduk Kuufah, yaitu hari penyembelihan adalah pada
hari Nahr dan dua hari sesudahnya.
Kedua,
pendapatnya Imam Syafi’iy dan penduduk Syam, hari penyembelihan adalah pada
hari Nahr dan tiga hari sesudahnya.
Dan inilah dua pendapat yang telah diriwayatkan dari
beberapa orang dari (shahabat Nabi SAW).
Dan tidak ada perbedaan dari seorangpun dari para
shahabat yang menyelisihi dari dua pendapat ini, maka tidak ada artinya kita
sibuk dengan pendapat-pendapat yang menyelisihi dari kedua pendapat (shahabat)
tersebut, karena apa yang menyelisihi dari kedua pendapat itu tidak ada asalnya
di dalam sunnah, dan bukan pula pendapat shahabat, dan apa yang keluar dari
kedua pendapat ini haruslah ditinggalkan (karena adanya dua pendapat tersebut).
[Al-Istidzkaar juz 15, hal. 205, no. 21609-21613] Walloohu
‘alam.
Catatan :
Pendapat para shahabat tersebut sebagai berikut
:
Abu Hurairah dan Anas bin Maalik, diriwayatkan
pendapatnya, hari penyembelihan adalah 3 hari.
Abu Sa’id Al-Khudriy, diriwayatkan pendapatnya, hari
penyembelihan adalah 4 hari.
Sedangkan ‘Aliy bin Abu Thalib, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar, ada diriwayatkan mereka itu pendapatnya 3 hari,
dan ada pula diriwayatkan pendapat mereka itu 4 hari. Walloohu a’lam.
Tentang
Takbir setelah shalat wajib di hari tasyriq
عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يُكَبّرُ فِي صَلاَةِ اْلفَجْرِ
يَوْمَ عَرَفَةَ اِلىَ صَلاَةِ اْلعَصْرِ مِنْ آخِرِ اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ حِيْنَ
يُسَلّمُ مِنَ الْمَكْتُوْبَاتِ.
الدارقطنى
2:
49
Dari Jabir bin
‘Abdullah, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW bertakbir pada shalat Shubuh hari
‘Arafah (tgl. 9 Dzulhijjah) sampai pada shalat ‘Ashar akhir hari tasyriq setelah
salam dari shalat-shalat wajib. [HR. Daraquthni juz 2,
hal. 49, no. 27, dla’if, karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Amr bin
Syamir]
Keterangan
:
Tentang
perawi 'Amr bin Syamir tersebut, Al-Jauzajaaniy berkata, "Zaaighun
kadzdzaab (orang yang menyimpang dan pendusta)". Bukhari berkata,
"Munkarul hadiits (haditsnya diingkari)". Nasaiy dan Daruquthni
berkata, "Matruukul hadiits (haditsnya ditinggalkan)". Abu Zur'ah
berkata, "Dlo'iiful hadiits (haditsnya lemah)". Abu Hatim berkata,
"Munkarul hadiits jiddan, dlo'iiful hadiits (haditsnya sangat
diingkari, haditsnya lemah)". [Lihat Lisaanul Miizaan juz 4, hal. 422, no.
6283]